Pete Buttigieg : The Eyes of History are on This Appointment
Berapa saat lagi, masa jabatan Presiden Trump akan berakhir dan Presiden terpilih, Joe Biden, akan segera mengantikan jabatannya. Para menteri yang telah ditunjuk pun akan segera menempati posisinya. Termasuk 1 menteri dari komunitas LGBTQ+. Sekitar sebulan sebelum dilantik, Joe Biden telah menunjuk Pete Buttigieg untuk menjadi menteri perhubungan. Dalam sebuah pidato pasca penunjukannya , Pete mengucapkan terima kasih pada President Joe Bidden atas komitmennya pada keberagaman. Kemenangan Joe Biden memang tak lepas dari dukungan komunitas LGBTQ+ dan Allay yang gencar menyuarakan keberagaman.
Dalam pidato tersebut, Pete
berkata bahwa saksi mata sejarah sedang tertuju pada penunjukannya sebagai
menteri LGBTQ+ pertama. Pete mengenang
sebuah peristiwa, kala dia berusia 17
tahun. Melalui layar televisi. dia menyaksikan, di era President Clinton, seorang gay ditolak menjadi duta besar oleh senat
karena orientasi seksualnya. Saat itu,
Pete menyadari ada batasan-batasan tertentu di Amerika, yang membuat setiap
orang tidak memiliki kesempatan yang sama. Setelah 2 dekade, sejarah
membuktikan bahwa batasan-batasan itu bisa di tembus. Pete berharap, saat ini jika ada seorang 17
tahun lain yang menyaksikannya, merasa merasa mereka tidak memiliki kesempatan
yang sama karena mereka berbeda, mereaka
dapat menyadari bahwa batasan-batasan
itu bisa dilampaui.
Profil Pete Buttigieg
Pete Buttigieg memiliki nama lengkap Peter Paul Motgomery Buttigieg. Pete dilahirkan pada 19 Januari 1982 dari pasangan J Anne Montgomery dan Joseph Buttigieg. Saat kecil, dia dibabtis di Gereja Katolik, tetapi kini dia merupakan anggota Gereja Episkopal.
Pete Buttigieg menikah dengan Chasten
GLezman , kekasih yang dia kenal melalui dating app, pada 16 Juni 2018. Chasten Glezman adalah
seorang guru SMP. Mereka berdua telah bepacaran sejak Agustus 2015, dan
bertunangan pada Desember 2017.
Alumi Harvard ini sempat bekerja
di McKinsey Company, sebelum akhirnya bergabung dengan US NAVY Reverse pada
tahun 2009. Pete Buttigieg fasih berbicara dalam 8 bahasa dan mengabdi sebagai
perwira intelejen dengan pangkat letnan. Dia pernah bertempur di Afganistan
pada tahun 2014. Pete tepilih sebagai Wali Kota South Bend, Indiana pada
November 2011, dengan kemenangan telak. Dia kemudian resmi menjabat pada 1 Januari seteah berhasil meraup 74%
suara. Di Periode keduanya, berkat prestasinya selama menjabat, Pete Buttigieg kembali terpilih dengan 80% suara.
Pada April 2019, dia mencoba
peruntungannya di kancah politik Nasional dengan mengikuti bursa pencalonan
Presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat.
Bersaing dengan para politikus senior, seperti Senator Bernie Sanders
dan Wakil President Joe Biden, Pete
Buttigieg tercatat sebagai capres termuda dalam penjaringan calon
presiden Partai Demokrat. Di empat
tahapan pertama, Pete selalu berada di
posisi 4 besar. Dia memutuskan mundur
dari pencalonan setelah mendapat hasil buruk di South Corolina. Pete kalah telak dari Joe Biden
yang memang secara pengalaman lebih mumpuni, karena telah 10 tahun berkantor di
gedung putih mendampingi Barrack Obama.
Coming Out
Bagi seorang Pete Buttigieg , coming out juga merupakan masalah yang
pelik. Dalam sebuah artikel yang dituliskannya di The Oprah Magazine, Pete
menyebutkan coming out merupakan langkah yang sulit bagi siapapun. Dibutuhkan
sebuah keberanian untuk menyatakan kebenaran pada keluarga, teman-teman dan
komunitas. Sebuah keberanian yang berdiri di atas harapan bahwa kita akan
diterima dan keyakinan kita mampu
mengatasi penolakan.
Keputusan coming out itu berawal ketika
dia menulis sebuah surat wasiat, jika seandainya dia gugur di medan perang.
Pada tahun 2014, dia mendapat perintah dari kesatuannya untuk berangkat ke Afganistan.
Sebagai seorang perwira, Pete Buttigieg
menyanggupi perintah atasannya itu. Banyak yang berpendappat keputusannya itu merupakan
keputusan yang aneh, karena pada tahun itu, Pete Buttigieg bukan orang biasa, dia adalah walikota yang
sedang menjabat di tahun ketiga.
Pete Buttigieg berpandangan tidak ada yang istimewa dengan
status walikota. Pete berpikir akan
lebih mudah baginya yang masih single untuk berangkat, daripada mereka yang telah memiliki
keluarga.
Saat menyegel surat wasiatnya,
dan menulikan “just in case” pada amplop. Pete Buttigieg merefleksikan lebih dalam alasan mengapa
dia masih sigle. Menurut pendapatnya, bagi seorang gay pilihan melajang adalah pilihan
terbaik, karena mengencani seseorang bisa berarti satu langkah menuju coming
out. Dan hal itu bisa berdampak pada karirnya.
Pete Buttigieg telah melajang selama beberapa tahun
lamanya, yakni sejak dia menyadari orientasi seksual di usia 20-an. Berangkat ke Afganistan berarti Pete harus menghadapi
kemungkinan bahwa mungkin dia tidak kembali, atau gugur di medan perang. Jika
itu terjadi, dunia akan mengenangnya sebagai seorang perwira, dan walikota,
tetapi dia tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya jatuh cinta.
Pete Buttigieg kembali dengan selamat dan memiliki
kesadaran baru tentang anugrah kehidupan. Dia menyadari bahwa segala sesuatu telah
berubah. Dari situlah Pete merasa penting
untuk membuka idenitasnya ke public karena hidup hanyalah satu kali.
Di awal karier militer, Pete
Buttigieg masih terikat pada aturan “Don’t
Ask, Don’t Tell” (DADT). Sebuah aturan dari pemerintah yang melarang
diskriminasi pada personel militer yang
menyembunyikan orientasi seksual sebagai homoseksual, maupun biseksual. Aturan
DADT juga melarang personel militer membuka idenitas seksual sebagai gay, atau
biseks. DADT diberlakukan sejak 1993
oleh President Clinton.
Saat terpilih sebagai walikota,
sebenarnya Pete Buttigieg tidak lagi lagi
terikat DADT, karena aturan itu telah dicabut oleh President Obama pada September 2011. Namun, Pete Buttigieg tidak ingin terburu-buru coming out. Dia
telah coming out pada orang tua dan teman-teman dekatnya. Pekerjaan sebagai walikota menyita banyak
waktunya sehingga dia tidak memiliki cukup waktu untuk masalah pribadi. Dalam
setiap pembicaraan yang menyakut pasangan hidup, Pete dengan santai menjawab
bahwa dia menikah dengan perkerjaannya. Karena memang demikianlah yang dia
rasakan.
Di tahun 2015, Pete Buttigieg
memutuskan untuk coming out. Sebuah keputusan gila, mengingat pada tahun itu
dia harus bertarung dalam pemilu untuk mempertahankan jabatan walikota yang
diembannya. Terlebih, kota South Bend, berada di negara bagian Indiana, dipimpin oleh Gubernur Mike Pence yang dikenal
anti-LGBTQ+. Tim kampanyenya pun tidak berani menjanjikan apapun setelah
mendengar keputusan Pete. Mereka sama sekali tidak bisa memprediksi bagaimana
renspon masyarakat nantinya. Apakah mereka akan mempermasalahkan orientasi
seksual, atau secara sportive menilai Pete berdasar prestasinya sebagai petahana.
Selama dua minggu, Pete mendapat
pelatihan intelejen dari Derpartemen Pertahanan, kesempatan itu menjauhkannya
dari hiruk pikuk kesibukan sebagai walikota. Di sore hari, dia memanfaatkan
waktu menulis sebuah kolom untukSouth Bend Tribune. Saat menulis, dia merasa
jengkel harus melakukan itu, coming out, sementara orang-orang “normal” tidak perlu melakukannya.
Namun dia yakin, aka nada banyak manfaat yang dia peroleh dengan coming out,
meski dia menyadari bahwa kariernya sedang dipertaruhkan.
Enam belas Juni 2015, tulisannya
telah terbit secara daring. Berbagai macam respon dia terima. Secara umum bisa
di bagi dalam dua golongan, pertama
mereka yang secara terbuka mengatakan mendukungnya, kedua mereka yang berusaha
dengan berbagai cara mengatakan mereka tidak peduli.
Beberapa aktivis mengatkan bahwa
Pete merupakan ancaman yang akan merusak pemeritah. DI sisi lain ratusan email dari
komunitas LGBTQ dari seluruh penjuru nergeri masuk memberi dukungan. Sebagian dari mereka berasal dari keluarga conservative.
Mereka menyatakan bahwa apa yang dilakukannya sangatlah berarti bagi mereka.
(Even, I had to try hold my tear, hardly, when write this. That means a lot for
me too)
November 2015, kekhawatirannya
tidak terbukti. Tampaknya warga South
Bend jauh lebih peduli pada rekam jejak dan prestasi dibandingkan pada
kehidupan pribadinya. Pete kembali terpilih sebagai walikota dengan memenangkan
80% suara. Dia pun mencetak sejarah sebagai Walikota Pertama yang terbuka Gay.
Di tahun ini pula Pete menemukan cintanya, Chasten GLezma , yang kini telah menjadi
suaminya. Setelah menikah, penduduk kota
pun segera menerima Chasten dengan baik.
Akhir bahagia untuk Pete dan Chasten. LOVE WINS



Komentar
Posting Komentar