Only God Knows Why (2)

                                

Dikisahkan ada seorang anak lelaki yang memiliki 11 orang saudara, satu ayah tetapi dari 4 ibu yang berbeda. Di antara saudara-saudaranya itu, dialah yang paling disayang. Yusuf namanya. Dia adalah kesayangan Yakub, ayahnya. Dialah anak yang lahir di masa tuanya. Lagi pula, meski ibunya adalah istri kedua, Rahel adalah  cinta sejati Yakub. Dahulu, Yakub berjuang keras untuk mendapatkan Rahel, segala permintaan Laban, ayah Rahel senantiasa diturutinya, bekerja 7 tahun lamanya untuk menyenangkan hatinya. Sayangnya Laban mengingkari janjinya. Bukan Rahel, tetapi kakaknya Lea yang justru dinikahkan dengannya. Yusuf lahir setelah Yakub memiliki 10 anak dari Lea, dan budak perempuan. Yusuf lahir usai penantian yang begitu panjang dan berliku. 


Perlakuan istimewa Yakub pada Yusuf, melahirkan kecemburuan. Dia dibenci oleh saudara-saudaranya. Suatu hari Yusuf bermimpi berkas gandum saudaranya merunduk menyembahnya. Bulan, dan matahari, serta 11 bintang pun turut menyembahnya. Mimpi itu, membuat kebencian saudara-saudaranya semakin menjadi. Hingga lahir persekongkolan busuk untuk membunuh Yusuf.  Ruben, seorang dari saudaranya tak sampai hati harus menumpahkan darah saudaranya sendiri. Ia Pun meminta agar memasukan Yusuf ke dalam sumur kering, dan bermaksud diam-diam melepasnya. Saat sedang makan, datanglah seorang kafilah orang Ismael datang dari Gilead dengan untanya membawa damar, balsam dan ladan menuju ke mesir. Terbesit dalam pikiran Yehuda, tiada untungnya bagi mereka membunuh saudaranya sendiri. “Marilah kita jual dia kepada orang Ismael ini, tetapi janganlah kita apa-apakan dia, karena ia saudara kita, darah daging kita,” begitu katanya pada saudara yang lain. Mereka pun bersepakat dengan saudagar Midian untuk menjual Yusuf seharga 20 syikal perak. Mereka kemudian mengambil jubah Yusuf dan melumurinya dengan darah binatang untuk memalsukan kematian Yusuf. 

Yusuf, yang baru berumur 17 tahun, berjalan ke Mesir dengan sejuta tanya. Apa yang sedang terjadi, dan mengapa semua itu terjadi? Cemburu adalah hal yang manusiawi, tetapi apakah hal ini bisa dijadikan pembenaran atas tindakan bengis saudara-saudaranya. Benar, memang mereka terlahir dari rahim yang berbeda, tetapi bukankah darah yang mengalir dalam darahnya adalah darah yang sama yang berasal dari Yakub? 


Mengapa mereka harus marah dan tersinggung oleh mimpi? Yusuf dahulu percaya bahwa dia benar-benar istimewa dan dicintai. Namun, apa artinya menjadi spesial jika kemudian dia dibenci? Mimpi itu bukan sesuatu yang dia inginkan. Mimpi itu datang tanpa diminta. Ketika dia bercerita, Yusuf tak memiliki maksud apapun. Dia tak ingin menyombongkan diri, dengan keistimewaan itu. Bahkan, sesungguhnya dia pun belum mengerti sepenuhnya arti mimpi itu. 

Ketika tiba di mesir, Yusuf dihadapkan pada dua pilihan. Meratapi nasib larut pada dendam dan kebencian, atau kembali berjuang melakukan yang terbaik.   Yusuf memilih jalan yang kedua. Sehingga dia berhasil dalam setiap pekerjaan. Dan memenangkan hati Potifar, tuannya. Potifar melihat Yusuf sebagai anak yang terberkati, dan dalam penyertaan Tuhan, karena itu dia mengasihi Yusuf. 

Parasnya yang rupawan membuat istri Potifar tertarik padanya. Namun, Yusuf teguh dalam imannya. Ia tak mau berdosa dengan mengkhianati kepercayaan Potifar. Istri Potifar yang merasa sakit hati karena penolakan Yusuf menjebaknya. Yusuf difitnah hendak menyetubuhinya. Akhirnya, Yusuf dijebloskan dalam penjara.   Kembali dia bertanya , “Mengapa semua ini terjadi?”. Mengapa Imannya membawa dia pada kemalangan? Mengapa setiap kebaikan yang ditaburnya berbuah Pahit? 


Dalam penjara, Yusuf ditempatkan dengan seorang juru minuman istana dan juru roti. Keduanya dijebloskan dalam kedalam penjara karena kesalahan yang membangkitkan murka Firaun. Saat di dalam penjara, kedua orang itu tampak murung dirisaukan oleh mimpi yang tak mampu mereka pahami. Yusuf terkenang mimpinya dulu, mimpi yang membuatnya dibuang ke dalam sumur dan dijual ke Mesir. Benarkah mimpi memiliki arti? atau hanya sekedar bunga tidur yang tak berarti. Hidup penuh misteri, bisa jadi waktu untuk mimpi itu terjadi belum tiba. “Bukankah Allah menerangkan arti mimpi?” , katanya meminta mereka menceritakan mimpi mereka padanya. Sang Juru minuman bermimpi tentang 3 carang anggur yang berbuah ranum, dan memegang piala Firaun, sedangkan Sang Juru Roti memimpikan dirinya menjunjung tiga bakul roti dan burung-burung memakannya. Yusuf berkata Sang Juru Minum akan mendapatkan posisinya kembali dal  tiga hari, dan SAng Juru Roti akan menemui ajalnya, dengan cara digantung, dan burung-burung akan memakan dagingnya. Tiga hari kemudian, terjadi persis dengan apa yang telah ditafsirkan Yusuf. 


Kemasyurannya menafsir mimpi sampai ke dalam istana. Juru Minuman yang dulu ditolongnya bercerita tentang keahliannya menafsir mimpi pada Firaun yang sedang gelisah karena mimpi. Firaun bermimpi 7 ekor sapi kurus,  memakan tujuh ekor sapi tambun, dan juga hal yang sama terjadi pada bulir gandum. 


Firaun memanggil Yusuf, untuk mengartikan mimpi itu. Menurut Yusuf, dalam 7 tahun negeri iu akan berlimpah panenan, tetapi di tujuh tahun berikutnya akan ditimpa kelaparan. Yusuf dipilih menjadi kepala istana, untuk menanggulangi kelaparan. Nubuatnya terjadi, dan strategi yang disusunnya berhasil menyelamatkan seluruh negeri. 


Kelaparan yang terjadi berdampak sangat luas, dan menerpa keluarganya. Saat mendengar ada makanan di Mesir, Ruben dan saudara-saudaranya datang menghadap Yusuf. Mereka sama sekali tidak mengenali bahwa penguasa Mesir yang mereka temui adalah adik mereka yang mereka bunuh. Bagi mereka Yusuf sudah mati. Yusuf tentu saja masih mengenali mereka. Dia teringat akan mimpinya dulu saat matahari, bulan, dan bintang menyembahnya. Hanya saja Yusuf tidak melihat Benjamin bersama mereka, si bungsu yang satu ibu dengannya. Yusuf terjebak dalam persimpangan dilema, dendam dan rindu. Ini adalah kesempatan untuk membalas perlakuan mereka, tetapi juga kesempatan  untuk memaafkan. Yusuf memainkan sedikit drama dengan menuduh mereka mata-mata. Mereka mengelak dan bercerita bahwa mereka 12 bersaudara dari tanah Kanaan, satu dari mereka telah tiada, dan si bungsu berada di rumah. Ruben marah kepada saudara-saudaranya, dia merasa berdosa dan bertanggung jawab atas darah Yusuf. Dia merasa apa yang terjadi adalah akibat dosa masa lalu mereka dulu. Mendengar perkataan itu, Yusuf tersentuh hatinya. Dia mengundurkan diri dari hadapan mereka untuk menangis. 


Dia kemudian menahan Simeon, dan meminta mereka kembali membawa gandum untuk meredakan lapar seisi rumah mereka. Untuk membebaskan Simeon, mereka harus membawa Yusuf ke Mesir untuk membuktikan mereka bukan mata-mata. Mereka tak ada pilihan lain, selain untuk mengikuti perintah Yusuf. Tiba di Kanaan mereka berdebat dengan Yakub ayah mereka. Yakub larang Benyamin pergi bersama mereka, setelah diyakinkan oleh Yehuda, Yakub setuju. Karena terbukti benar, Yusuf menjamu mereka dengan baik. mereka kembali ke Kanaan dengan membawa berkas gandum. 


Yusuf memasukan piala perak dalam salah satu berkas gandum mereka. Saat baru saja keluar batas kota, pasukan hendak menangkap mereka atas tuduhan pencurian. Piala Yusuf ditemukan dalam  gandum milik Benjamin. Yusuf memerintahkan untuk menahan Benyamin. 


Para saudara menghadap Yusuf dan menyembahnya hingga sampai ke tanah, memohon agar membebaskan Benjamin. Yehuda membela Benyamin, dan menawarkan diri menggantikannya untuk menjadi budak. Sebab, ia tahu, Yakub takkan bisa hidup jika Benjamin tidak kembali bersama mereka.  Mendengar itu semua, hati Yusuf tak lagi sanggup menahan rindu. Dia memperkenalkan diri pada mereka siapa dia sebenarnya. 


Yusuf tak marah kepada mereka, dan berkata bahwa Allah-lah yang mengirimnya ke Mesir untuk mendahului mereka. Sebab, kelaparan ini akan berlangsung selama 7 tahun lamanya. Dan Yusuf meminta mereka menjemput Yakub untuk tinggal bersama-sama dengannya. 


Dari Yusuf, saya belajar bahwa segala sesuatu yang terjadi karena satu tujuan. Saya tidak pernah tahu mengapa saya terlahir sebagai seorang gay. Namun, saya yakin, bahwa ada tujuan mulia di balik semua itu. 



Saya adalah anak kedua dari lima bersaudara. Saya dan kakak saya hanya terpaut 1,5 tahun. Saya sering mendengar saat mengandung saya, Ibu saya mengkonsumsi obat tradisional dari China. Di daerah Wirobrajan ada toko obat tradisional China yang cukup melegenda. Obat itu dipercaya membuat saya lebih cerdas. Dibanding dengan kakak saya, saya memang lebih cerdas. Saya bisa menyerap dan memproses informasi dengan cepat. Saya bahkan sudah bisa membaca sebelum saya sekolah, hanya dengan memperhatikan kakak saya belajar membaca. 


Ibu saya memiliki penyakit asma, melahirkan tanpa sakit asma saja cukup beresiko, apalagi jika mengidap asma. Karena itu, Ibu saya sebenarnya dilarang melahirkan di bidan. Beliau harus melahirkan di Rumah Sakit yang memiliki peralatan memadai. Saat, melahirkan saya beliau memilih melahirkan di bidan. Saya tidak tahu persis apa yang menjadi bahan pertimbangan Ibu saya waktu itu. Saya hanya menduga, faktor ekonomi yang menjadi pertimbangan utama. Seperti kita ketahui, di tahun 1988 Indonesia belum memiliki jaminan  kesehatan yang memadai. 


Bisa dibayangkan kondisi ekonomi keluarga saya di waktu itu. di tengah keterbatasan ekonomi, mereka mengupayakan yang terbaik bagi saya dengan mengkonsumsi obat China. Saya tidak tahu persis harga obat itu, yang pasti obat itu harganya tergolong mahal bagi kalangan menengah ke bawah. Walaupun mahal, obat dari toko itu sangat terkenal khasiatnya.  Hal sederhana tersebut, membuat saya sadar betapa besarnya cinta kedua orang tua kepada saya. Semua itu membuat saya merasa dicintai dan diinginkan. 


Dalam bagian pertama, saya telah mensharingkan bahwa saya tidak dekat dengan ayah saya. Namun, bukan berarti beliau tidak mencintai saya. Beliau adalah sosok lelaki tradisional yang patriark. Pemikirannya kolot, dan juga sebenarnya beliau tidak terlalu pintar. Ayah sangat senang memiliki anak laki-laki. Ayah tidak pernah mengungkapkan perasaan secara terbuka, tetapi beliau sebenarnya mempunyai caranya sendiri untuk mengungkapkan cintanya. Ayah berusaha membuat saya bahagia dengan caranya, yang terkadang tidak sesuai dengan harapan saya. 


Rasa cinta itu membuat saya merasa begitu dicintai dan special. Dilemanya adalah kakak saya merasa iri dengan saya. Entahlah, saya merasa tidak nyaman ketika ada orang yang memuji secara berlebihan. Saya takut hal itu menyakiti kakak saya, karena hampir semua orang membandingkan saya dengan kakak saya. Masalah lainnya adalah saya merasa ada yang salah dengan diri saya. 


Ayah saya yang patriark sangat bangga dengan anak laki-laki, dan sejak saya kecil, ,entah bagaimana harus menjelaskannya,  saya sadar saya bukan anak laki-laki yang dia harapkan. Something was wrong with me. Pernah saya ditampar karena bermain lipstik, bukan untuk menjadi banci, tapi hanya ingin melawak sebagai badut. Sejak saat itu saya berusaha menghindari segala sesuatu yang berbau feminim. Hanya saja, secara naluri saya lebih suka segala sesuatu yang berbau feminim. 


Karena takut kena gampar, bahkan saat itu sebenarnya saya juga diusir tanpa ada yang membela saya, saya berusaha menekan hal itu jauh-jauh. Diam menjadi pilihan terbaik, akhirnya saya seorang yang sangat tertutup. Seperti Yusuf, saya merasa terasing dari keluarga saya sendiri, bahkan dari diri sendiri. 


Keterasingan itu semakin menjadi ketika memasuki masa puber. Saat SMP saya berusaha menyukai gadis, walaupun secara natural saya suka lirak-lirik cogan di sekolah. Waktu itu saya percaya bahwa saya bisa memilih orsex saya. Di sekolah saya mulai diajarkan kalau di usia kami, seseorang akan mulai tertarik dengan lawan jenis. Saya merasa aneh, karena sama sekali tak tertarik dengan lawan jenis. Ketika saya melirik ke lelaki, saya tak menyadari hal itu sebagai ketertarikan secara seksual. Saat masuk SMA, baru saya menyadarinya. Rasa ketertarikan itu kemudian berkembang menjadi fantasi seksual. Perasaan itu semakin membuat saya terasing dari keluarga. Terbuang jauh ke Mesir. 


Di waktu itu, keluarga saya baru jatuh karena ulah ayah. Saya satu-satunya kebanggan keluarga. Karena di tengah kekacauan itu, saya bisa masuk SMA favorit di Jogja. Rasa bangga itu menjadi beban, karena kenyataannya saya bukan seperti yang mereka pikirkan. I just felt that I was the black sheep in the family. Saya adalah seorang pengkhianat, karena diam-diam menyukai lelaki dan melawan kodrat. Semakin saya menolak itu semakin saya terpuruk. Saya menjadi seorang pengecut yang tak mampu berbuat apapun. Bahkan saya menolak beasiswa karena takut akan mengecewakan banyak orang. Saya takut, saat orang yang memberi saya beasiswa menyesal jika tahu saya homo. Saya adalah Yusuf, dia yang terlahir spesial, tetapi terbuang. Paradoks yang sulit saya pahami. Saya saat itu seperti berdiri di tepi jurang perbatasan antara surga dan neraka. 


Di Umur 24 tahun, saya mulai eksis di dunia pelangi. Berjumpa dengan dengan teman-teman senasib membuat saya merasa diterima. Saya punya ruang untuk berekspresi. Sejak saat itu, saya lebih condong ke agnostic. Saya memilih untuk bersekutu dengan iblis, untuk melawan DIA. Sekeras apapun saya berusaha menjadi orang baik, akhirnya saya hanya seorang yang menyimpang, jadi untuk apa saya menyusahkan diri sendiri menjadi anak baik? 


Namun, Tuhan bekerja dengan cara yang misterius. Siapa sangka cinta terlarang saya, justru membuat saya terdampar di biara selama 3 tahun lamanya. Di sana saya punya kesempatan untuk kembali menelusuri hidup saya yang luar biasa absurdnya. dan menyadari panggilan sejati saya, panggilan sejati seorang anak manusia.  Saya percaya, bahwa setiap manusia hanya memiliki satu panggilan, yakni untuk mencintai. Mencintai berarti memberikan diri untuk orang lain, seperti Yesus memberikan hidupNya demi keselamatan orang miskin. 


Bagaimana bentuk konkritnya dalam hidup saya? Well, I'm not Jesus. Panggilan dalam hidup saya hanya sesuatu yang sederhana. Saya bukan berasal dari keluarga yang berada, bahkan keluarga saya bukan keluarga yang harmonis. Tahun 2003, saat ayah kalah judi, kami kehilangan semua yang kami miliki, kematian menjadi opsi yang kami pertimbangkan secara serius saat itu. Berkat kemurahan Allah, kami bisa bertahan hingga sejauh ini. Namun, semua yang kami lalui meninggalkan luka. membuat kami saling terasing satu sama lain. 


Allah mengutus Yusuf ke Mesir mendahului keluarganya untuk menyelamatkan mereka. Saya jauh lebih dulu terhempas dalam keterasingan sejak tamparan dari ayah. Di sana Allah membentuk saya menjadi pribadi yang peka terhadap sesama. Dari situ, saya bisa membantu keluarga saya menyembuhkan luka. Di keluarga saya dikenal sebagai seorang yang penyabar, dan tempat curhat yang baik. Panggilan saya adalah menjadi pendengar, menjadi tempat untuk berkeluh kesah. Itulah perwujudan cinta saya untuk sesama. Saat ini, setelah saya di Jakarta dan mulai mandiri secara ekonomi, saya dipanggil untuk menata kehidupan hari tua kedua orang tua saya. Sekali lagi bukan sesuatu yang luar biasa, sangat sederhana. Tetapi bukankah cinta memang sesederhana itu? Cinta adalah memberikan diri untuk sesama.  


If I was born this way, this way should me lead somewhere. It lead me into God, and GOD is Love.  AMDG

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Only God Knows Why (1)

Kapan Nikah?