LGBTQ Penyebab HIV (?)
Selain karena alasan agama, alasan kesehatan selalu menjadi
alasan paling favorit untuk mendikriminasi
kelompok minoritas seksual. Alasan kesehatan itu kemudian dipakai untuk melegitimasi dalil agama dalam
menolak LGBT. LGBT acapkali dituduh sebagai penyebab HIV. Seperti sebuah tangkapan layar yang saya temukan di
grup gay fb. Tuduhan itu sebenarnya bukan
tanpa alasan, fakta data SIHA Kemenkes
menunjukan 25% penularan HIV di Indonesia berasal dari kelompok LSL
(laki-laki seks laki-laki). Namun, bagaimanapun juga asumsi LGBT menyebarkan
HIV, sama sekali tidak bisa dibenarkan. Mengapa demikian?
Dalam membahas isu LGBTQ+ terutama jika kita mengkaitkannya dengan HIV, kita harus mampu membedeakan antara orientasi seksual dan perilaku seksual. <-- yang belum tahu bedanya bisa klik dulu. LGBT adalah idenitas seksual dari orang-orang yang memiliki orientasi seksual non heteroseksual. Menjadi seorang LGBT tidak akan menularkan HIV, karena hal itu cuma idenitas semata. Yang dapat menularkan virus adalah perilaku seksual. Itupun tidak semua perilaku seksual dapat menularkan HIV. HIV bukanlah virus yang mudah menular dan menakutkan. Untuk terjadi penulara ada 4 syarat yang harus dipenuhi. Keempat syarat tersebut dikenal dengan prinsip ESSE.
ESSE merupakan singkatan dari Exit, Sufficient, Survival,
dan Enter.
Exit berarti
adanya virus yang keluar dari tubuh manusia. Virus HIV ada di semua cairan
tubuh manusia yang telah terinfeksi. Semua cairan, termasuk air liur dan
keringat. Berati bahaya dong kita dekat/bergaul; dengan seorang HIV +?
Tunggu!!! Tidak semudah itu Fergusoo!!! HIV tidak mudah menular. Masih ada 3
syarat yang harus dipenuhi. Meskipun
semua cairan tubuh mengandung virus, tidak semua cairan itu bisa menularkan
virus. Hanya yang jumlah kandungan virusnya cukup yang bisa menularkan. Inilah
yang dimaksud dengan sufficient. Dari
semua cairan tubuh, hanya ada 4 cairan yang memiliki kandungan virus yang cukup
untuk menularkan virus ke orang lain, yaitu darah, cairan sperma (beda dengan
sperma ya, ini yang putih bening, biasa disebut precum), cairan vagina, dan
ASI. Selain keempat cairan tersebut, tidak akan menularkan HIV. Dengan
demikian, bisa kita simpulkan -saya berani jamin- bersentuhan , berpelukan,
berciuman, dan sharing makanan dengan seorang ODHIV tidak akan menularkan HIV.
Kabar baik lainnya, seorang ODHIV yang sudah menjalani terapi ARV, dan mencapai
angka VL 0, juga tidak bisa melakukan penularan.
Syarat ketiga ialah survival.
Sebagai mahkluk hidup bersel satu, virus
membutuhkan inang untuk bertahan hidup. HIV termasuk golongan virus yang sangat
lemah di udara bebas. Setelah keluar dari tubuh manusia, HIV hanya mampu
bertahan hidup dalam hitungan menit, bahkan detik. Prinsipnya, setelah inang
itu rusak, maka mati pulalah virus itu. Ketika ada ceceran darah (atau cairan lainnya) mengering,
virus yang terkadung di dalamnya akan ikut mati.
Terakhir, HIV membutuhkan pintu untuk bisa masuk (enter) ke dalam tubuh manusia. Pintu masuk itu ialah pembuluh darah yang terbuka, atau perlukaan. Sex intercourse/penetrasi, baik vaginal maupun anal, memiliki resiko menimbulkan perlukaan sehingga dapat menularkan HIV.
HIV bisa dicegah dengan
berbagai cara. Pertama dengan tidak melakukan Sex intercourse/penetrasi.
Bagaimana dengan oral sex? Oral sex memenuhi syarat 1-3, silahkan ukur sendiri
resiko perlukaan yang bisa terjadi di mulut, termasuk ada atau tidaknya sariawan dan radang di tenggorokan. Resiko oral seks memang
lebih rendah dibandingkan anal/vaginal. Tetapi resiko tetaplah resiko. Kedua, HIV bisa dicegah dengan cara
setia dengan satu pasangan. Tapi kan
Homo ga boleh nikah di Indonesia? Setia
itu tergantung pada komitmen, bukan pada institusi pernikahan. Mereka yang
menilah resmi pun masih bisa selingkuh. J Ketiga dengan mengunakan kondom dengan benar dan
konsisten. Termasuk untuk oral sex.
Dari prinsip ESSE, kita bisa
melihat bahwa HIV tidak berkaitan sama sekali dengan orientasi seksual. HIV
disebabkan oleh perilaku seks beresiko,
yakni bergonta-ganti pasangan tanpa
mengunakan kondom. Masih mau ngeyel atau
ngotot kalau LGBT itu penyebab HIV? Boleh. Silahkan saja. Tapi, tolong jelaskan
dulu mengapa resiko penularan HIV pada pasangan lesbian jauh lebih rendah bahkan dibandingkan dengan
pasangan heteroseksual, yang konon katanya adalah orientasi seksual yang normal
dan benar. Bagaimana mungkin sesuatu yang normal, justru lebih berbahaya
daripada sesuatu yang menyimpang?


Komentar
Posting Komentar