Penista Agama

Bulan Juni, merupakan bulan penting bagi komunitas LGBTQ+. Bulan ini diperingati sebagai Pride Month. Di negara-negara maju, dan terbuka pada keberagaman  seksual, pride Month akan diperingati secara meriah. Di kota-kota besar, sebelum covid 19 menyerang, biasanya akan diadakan gay pride. Perusahaan-perusahaan besar pun akan berlomba-lomba menunjukkan dukungan bagi komunitas LGBTQ+. 
Namun, perayaan semacam itu tentu tidak lazim bagi penduduk negara-negara berkembang seperti Indonesia. Masih segar dalam ingatan saya, pada 2 pride month sebelumnya, masyarakat ramai menyerukan boikot  perusahaan yang memberikan dukungan pada Alphabet Mafia. Pada 2019, masyarakat ramai menyerukan boikot pada Starbuck, sedangkan pada 2020 giliran Unilever yang menjadi sasaran. Anehnya mengapa mereka tidak memboikot WA, Microsoft, Android, yang juga mendukung LGBTQ+, dan Apple yang jelas-jelas CEO-nya seorang gay. Nilai relogius menjadi alasan utama atas penolakan terhadap LGBTQ+.  
Di Indonesia, penolakan LGBTQ bahkan datang dari kalangan internal LGBTQ sendiri. Pride dianggap sebagai sebuah kebodohan karena sama saja mengumbar aib. Homoseksual dipahami sebagai penyimpangan, meski tak ada dasar literasi yang menyebutkan demikian. 
Gay yang bangga akan idenitasnya kemudian dicap sebagai orang yang tak beragama. Mereka berpendapat, menjadi gay boleh tapi jangan sampai lupa pada agama. Artinya menjadi gay harus dibarengi dengan sebuah kesadaran bahwa apa yang dilakukannya adalah kesalahan, dengan begitu ada harapan untuk bertobat. Bangga menjadi seorang gay, sama saja memastikan satuntiket vvip untuk masuk neraka. 
Bukankah pemikiran demikian sama saja kita meragukan kebesaran Allah. Dia yang maha diseluruh bidang, sangatlah mungkin menciptakan manusia yang begitu beragam. Kita telah melihat sendiri ada yang terlahir hitam, ada yang berkulit merah, kuning, dan putih. Matapun beragam warna dan bentuknya. Demikian pula dengan sekaulitas manusia sangat mungkin tercipta begitu beragam. Seorang heteroseksual, gay, lesbian, biseks, dan Panseksual tercipta oleh satu Allah yang sama. Tercipta dalam satu kodrat dan martabat yang sama, yakni sebagai anak-anak Allah. 
Karena itu, tidak selayaknya kita malu, bahkan mengangap homoseksual sebagai sebuah aib, penyimpangan. Pemikiran seperti itu, sama saja menista kebesaran Allah. Homoseksual harus dirayakan, karena seksualitas adalah sebuah anugrah dalam kehidupan. Seksualitas merupakan essensi dari relaitas kemanusiaan kita. Seksualitas merupakan energi yang memberi dorongan kuat untuk mencintai. Dan dimana ada cinta kasih di sanalah Allah berada. Ubi caritas et amor, Deus ibi est. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Only God Knows Why (2)

Only God Knows Why (1)

Kapan Nikah?